Kesahajaan masyarakat Indonesia terutama dalam kehidupan beragama mendapat pujian tinggi dari kalangan parlemen Eropa. Hal itu diungkapkan saat sepuluh tokoh Eropa tersebut mengunjungi Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), dilanjutkan diskusi bertema Pemeliharaan Kerukunan Hidup Beragama di Jawa Tengah, yang diikuti para pemuka agama di Aula MAJT, Rabu (26/7/2017).
Kedatangan Parlemen Eropa selain disambut sesepuh DPP MAJT Drs. KH. Ali Mufiz MPA, Sekretaris DPP KH Muhyiddin MAg, juga kalangan tokoh lintas agama yang dihadirkan oleh DPP MAJT.
Martin Russel parlemen dari Brithis, terkesan dengan masyarakat Indonesia yang mampu mengemas keberagamannya dengan baik. Negara yang memiliki penduduk muslim terbesar tapi begitu indah dalam menjaga demokrasinya.
“Ini sesuatu yang luar biasa dan masyarakat Eropa perlu belajar banyak tentang pengembangan pluralisme di Indonesia. Kita lihat Myanmar dan India yang jumlah sukunya relative kecil, tapi kedua Negara ini sering diguncang konflik antaretnis dan agama,” ucapnya saat sesi dialog.
Alberto Turkstra dari NGO Belanda menambahkan, Belanda pun patut belajar tentang masalah mengelolaan agama di Indonesia.
"Meski agama di Indonesia sangat pluralistik, tapi masyarakatnya dapat saling hidup berdampingan. Di Belanda, protestan 16 persen, Islam 5 persen, dan separoh lebih tidak beragama," tuturnya.
Sesepuh MAJT, KH Ali Mufiz MPA menegaskan, Indonesia menempatkan kehidupan berbangsa, suku dan agama sebagai Sunatullah. Semua dapat rukun berkat Pancasila. Padahal, Indonesia memiliki 714 suku dan 17 ribu pulau.
“Kuncinya, menjadikan perbedaan keyakinan bukan sebagai penghalang dalam merajut kerukunan dan persaudaraan. Buktinya, Afganistan yang memiliki enam suku saja konfliknya tidak pernah habis,” tegas Ali Mufiz.
MAJT memberi kontribusi nyata dalam merawat kehidupan keagamaan ini. Sehingga, secara terus menerus menjadi pusat kunjungan internasional, bila terkait dengan studi banding kehidupan beragama. Termasuk Parlemen Eropa ini merupakan kunjungan ke empat, serta akhir pekan lalu dikunjungi Dubes Tiongkok.
Muhyiddin menambahkan, seluruh masjid di Indonesia termasuk MAJT mengembangkan Islam yang toleran. Bahkan, MAJT juga menjadi pusat destinasi wisata religious dan kebudayaan selain juga menjadi pusat pendidikan dan kajian keilmuwanan
“Siapa pun dipersilakan mengunjungi MAJT, tidak mesti harus Islam. Setiap pagi pun kompleks MAJT menjadi pusat olahraga dan rekreasi masyarakat luas. Siapa pun dapat menikmati suasana segar di MAJT,” tandasnya. (don).
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar